Fatayat NU
adalah organisasi yang bersifat keagamaan, kekeluargaan, sosial masyarakat dan
kebangsaan di bidang Pemudi (wanita)
Asas
Fatayat
Nahdlatul Ulama sebagai Jam’iyah Diniyah beraqidah Islam menurut faham
Ahlussunnah wal Jama’ah, dalam bidang fiqih mengikuti salah satu madzab empat:
Hanafi, Maliki, Syafi’i dan Hambali; dalam bidang akidah mengikuti Abu Hasan
al-Asy’ari dan Abu Mansur al-Maturidi; dalam bidang tasawuf mengikuti
al-Ghazali dan Junaedi al-Baghdadi.
Fatayat NU
dalam kehidupan berbangsa dan bernegara berasas pada Pancasila, yaitu Ketuhanan
Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia,
Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/
perwakilan, dan Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Tujuan
Membentuk
perempuan muda NU yang bertakwa kepada Allah SWT, berakhlakul karimah, beramal
sholeh, cakap, bertanggungjawab, berguna bagi agama, nusa, bangsa dan negara.
Mewujudkan
kesetiaan dan rasa memiliki terhadap asas, aqidah dan tujuan Nahdlatul Ulam
Pengertian
Di tinjau dari segi bahasa, Fatayat
berasal dari bahasa arab “فَتَا
ةٌ “(Fatatun) jamaknya “فَتَيَا تٌ ” (Fatayatun) yang artinya Pemudi. Adapun di
tinjau dari segi istilah, Fatayat adalah suatu organisasi masyarakat yang
beranggotakan pemudi-pemudi islam berhaluan Ahlussunnah wal Jama’ah yang
mempunyai kepemimpinan secara vertikal dari pengurus ranting sampai pucuk
pimpinan dan dibawah naungan organisasi induk yaitu “Jamiyyah Nahdlatul Ulama”.
Sejarah
Fatayat NU merupakan salah satu organisasi
perempuan bagian dari organisasi Islam terbesar di Indonesia yaitu NU, dan
menjadikan NU sebagai induk organisasi. Dengan demikian Fatayat NU mempunyai
prinsip keorganisasian yang sama dengan NU yaitu lebih berpegang teguh kepada
doktrin toleransi, akomodatif dan berupaya memperjuangkan tradisi pengamalan
dan pemahaman ajaran Islam yang sesuai dengan budaya Indonesia. Dengan kata
lain, NU menetapkan diri sebagai pengawal tradisi dengan mempertahankan faham
Ahlu Sunnah wal Jama'ah.
Organisasi NU adalah salah satu organisasi
sosial keagamaan di Indonesia yang didirikan tahun 31 Januari 1926 di Surabaya.
Pada awal berdirinya, NU merupakan organisasi sosial keagamaan, sebagaimana
tercantum dalam Anggaran Dasar organisasi yaitu ingin mempertahankan dan
mengembangkan Islam secara murni dan konsekwen dengan memegangi madzhab empat
yaitu Hanafi, Maliki, Syafi'i dan Hambali. Selain itu juga NU mendasarkan faham
keagamaannya kepada sumber utama Islam yaitu Al-Qur'an, Sunnah, Ijma' dan Qiyas.
Demi usaha NU untuk mengembangkan sayapnya
sampai ke daerah-daerah di Indonesia, NU mengambil kebijaksanaan untuk
membentuk badan-badan yang melibatkan para generasi mudanya, seperti, IPNU
(Ikatan Pelajar Nahdhatul Ulama) yaitu organisasi yang merupakan wadah tempat
berhimpun putra-putra Nahdhatul Ulama, IPPNU (Ikatan Pelajar Putri Nahdhatul
Ulama) yaitu suatu organisasi remaja yang merupakan tempat berhimpun
putri-putri NU, GP (Gerakan Pemuda) Anshor adalah sebuah organisasi pemuda yang
bernaung di bawah NU sebagai badan otonom juga. Fatayat NU adalah suatu
organisasi pemudi (perempuan muda) Islam yang merupakan salah satu badan otonom
NU. Fatayat NU sebagai salah satu organisasi di bawah naungan NU yang menangani
aktifitas para pemudi, keberadaanya sangat dibutuhkan oleh NU, mengingat
organisasi ini cukup menjadi media untuk mensosialisasikan program-programnya
di kalangan generasi muda.
Fatayat NU berdiri secara resmi, melalui
Surat Keputusan PBNU No. 574/U/Peb, tertanggal 26 Robi'ut Tsani 1369/14
Februari 1950. Sebelum turunnya SK tersebut telah dilakukan rintisan awal
melalui keikutsertaan para pemudi NU dalam kegiatan-kegiatan yang
diselenggarakan oleh NU itu sendiri dan ikut berpartisipasi dalam rangka
memeriahkan muktamar NU. Setelah itu, lahirlah istilah Pemudi Muslimat NU,
Puteri Muslimat NU bahkan ada yang menyebut Fatayat NU. Pada tahun 1946 Fatayat
NU berdiri melalui muktamarnya di Purwokerto dan ikut dalam muktamar tersebut
yaitu Murthosiyah (Surabaya), Khuzaimah Mansur (Gresik) dan Aminah (Sidorejo),
yang kemudian ketiga orang ini dikenal sebagai tiga serangkai. Ditandai dengan
tiga orang tersebut, secara informal berdiri Fatayat NU di Surabaya, Gresik,
Sidorejo meski tanpa ada pengakuan dari PBNU, maka dibentuklah Dewan Pimpinan
Fatayat NU dimana tiga serangkai tersebut sebagai pengurusnya.
Untuk mengetahui kelahian dari Fatayat NU
tahun 1950 didorong oleh faktor-faktor penting antara lain: pertama, pada awal
tahun limapuluhan itu telah diterima gagasan yang sangat santer di kalangan
Masyumi untuk memberi kepanjangan nama “Masyumi” menjadi “Majelis Syura
Muslimin Indonesia” sebagai partai politik Islam Masyumi. Sebelum itu namanya
adalah MIAI (Majlis Islam A’la Indonesia), perubahan arti daripadanya sangat
terasa. Sejak saat itulah kecenderungan dalam kepemimpinan Masyumi adalah
tampilnya tenaga-tenaga non-ulama mendominasi elite kepemimpinan Masyumi,
kecenderungan ini jelas meresahkan ulama-ulama NU.
Kedua, ANO (Angkatan Nahdhatul Oelama')
sudah terlebih dahulu memproklamirkan diri menjadi sebuah organisasi pemuda
yang terlepas dari GPII (Gerakan Pemuda Islam Indonesia), dan mengubah namanya
menjadi GP Anshor.[7] Derasnya siaran-siaran dan penerbitan yang dikeluarkan
oleh pucuk pimpinan GP Anshor yang mengkritik kebijaksanaan politik Masyumi,
dirasakan banyak manfaatnya bagi perjuangan NU yang sudah melangkah kedalam
percaturan politik Nasional.
Ketiga, tumbuhnya rasa percaya diri (self
reliance) dikalangan pemimpin-pemimpin NU, sehingga tidak ingin menggantungkan
keberadaannya dan keberadaan sayap-sayap perjuangannya kepada orang lain. Dalam
hal ini, NU tidak ingin menggantungkan sayap perjuangan dibidang keputrian
hanya kepada GPII putri.
Keempat, langkah NU dalam bidang kepemudaan
putri dengan membentuk Fatayat NU, termasuk salah satu langkah persiapan bagi
NU sebelum memisahkan diri dari Masyumi dan berdiri sendiri sebagai partai
politik pada tahun 1952.
Kelima, pada tahun 1950-an itu pandangan
pemimpin-pemimpin NU yang sudah berdimensi nasional, dan mecakup aspek-aspek
perjuangan yang lebih luas, tidak hanya sekedar pendidikan dan pondok
pesantren, pembinaan remaja-remaja putri NU yang kian hari kian bertambah
banyak, tidak akan dapat ditangani oleh NU sendiri, tanpa adanya aparat
pembinaan yang khusus.
Keenam, kondisi politik nasional pada waktu
itu sedikit menguntungkan posisi NU yang nasionalistik dalam hal menentang
persetujuan keamanan kolektif dengan Amerika Serikat yang ditandantangani oleh
menteri Luar Negeri Subardjo dari Masyumi, yang merupakan salah satu embrio
lahirnya SEATO (Southeast Asia Treaty Organization) pada tahun 1954. Waktu itu
presiden RI Soekarno menolak MSA(Mutual Security Act) mendekatkan hubungan NU
dengan PNI (Partai Nasional Indonesia) yang juga menolak, dan dengan Soekarno
yang menjadi Presiden RI posisi NU ternyata sangat strategis, menentukan
peluang NU untuk berperan dikemudian hari sesudah memisahkan diri dari Masyumi.
Situasi tersebut merupakan hal yang
mendorong kelahiran Fatayat NU. Muktamarnya ke 18 di Jakarta tahun 1950, NU
menetapkan secara resmi Fatayat NU sebagai badan otonom dari NU untuk
mengorganisir pemudi-pemudi NU, Dewan Pimpinan Fatayat NU diubah menjadi Pucuk
Pimpinan Fatayat NU dan yang menjadi Ketua I ialah Nihayah Bakri dari Surabaya.
MAKNA
LAMBANG
Organisasi
Fatayat NU dilambangkan oleh setangkai bunga melati tegak di atas dua helai
daun dalam sebuah bintang besar dikelilingi 8 (delapan) bintang kecil dengan
dilingkari tali persatuan. Lambang Fatayat NU dilukiskan dengan warna putih di
atas dasar hijau, dan dibawahnya bertuliskan FATAYAT NU. Arti dari lambang
Fatayat NU:
1. Setangkai bunga melati melambangkan
niat yang suci.
2. Tegaknya bunga melati di atas dua helai
daun berarti dalam setiap gerak langkahnya, Fatayat NU tidak lepas dari
bimbingan NU dan Muslimat NU.
3. Di dalam sebuah bintang berarti gerak
langkah, Fatayat NU selalu berlandaskan perintah Allah SWT dan Sunnah Rasul
4. Delapan bintang berarti empat khalifah
dan empat madzhab.
5. Dilingkari oleh tali persatuan berarti
Fatayat NU tidak keluar dari Ahlu Sunnah wal Jama'ah.
6. Fatayat NU adalah organisasi pemudi
atau perempuan muda Islam yang berhaluan Ahlu Sunnah wal Jama'ah.
Dilukis
dengan warna putih di atas warna dasar hijau berarti kesucian dan kebeneran.